Advertisement

Ilmuwan Temukan Cara Berkirim Pesan Teks Ketika Berada di Bawah Air

Lajeng Padmaratri
Senin, 05 September 2022 - 05:47 WIB
Sirojul Khafid
Ilmuwan Temukan Cara Berkirim Pesan Teks Ketika Berada di Bawah Air WIsata maritim di Lombok. - Antarafoto

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sagian orang mungkin tidak begitu merasa perlu untuk tahu cara mengirim pesan teks ketika berada di dalam air. Namun, bagi sebagian yang lain, terutama pegiat scuba diving dan snorkeling, berkomunikasi di dalam laut bisa jadi sangat penting.

Hingga kini, gerakan tangan menjadi hal yang dilakukan untuk tetap berhubungan di bawah air. Dilansir dari Science Alert, penyelam profesional menggunakan lebih dari 200 kosakata nonverbal yang diakui secara global.

Advertisement

Namun, teknik ini tidak berfungsi dengan baik untuk jarak yang lebih jauh atau saat visibilitas buruk. Dengan mengingat keterbatasan tersebut, para peneliti telah mengembangkan aplikasi smartphone khusus yang menggunakan sinyal akustik untuk memungkinkan orang tetap terhubung di bawah air.

Peneliti ilmu komputer dari University of Washington di Seattle, Amerika Serikat, Tuochao Chen menuturkan smartphone mengandalkan sinyal radio seperti Wi-Fi dan Bluetooth untuk komunikasi nirkabel. Sinyal itu tidak menyebar dengan baik di bawah air, namun sinyal akustik masih memungkinkan.

Pensinyalan akustik bukanlah hal baru, tetapi ia membutuhkan perangkat keras khusus yang mahal. Timnya pun mengembangkan aplikasi yang bernama AquaApp untuk berkomunikasi di bawah air.

Aplikasi tersebut dapat digunakan pada smartphone dan smartwatch melalui perangkat lunak berbasis akustik. Hal ini memungkinkan perenang snorkel dan penyelam scuba untuk memilih dari 240 pesan yang telah ditentukan sebelumnya untuk mengkomunikasikan informasi mulai dari tingkat oksigen hingga kedekatan spesies.

BACA JUGA: Rilis 7 September, Ada 3 Hal Baru di iPhone 14 Pro dan Pro Max

"Setelah mengunduh aplikasi, pengguna hanya perlu memastikan mereka memiliki smartphone dengan kemampuan tahan air yang sesuai atau menggunakan casing tahan air," kata Chen.

Ada banyak tantangan teknis yang harus dihadapi tim, meliputi pantulan dari permukaan, lantai, dan garis pantai yang memengaruhi kekuatan sinyal; gerak yang disebabkan oleh orang dan benda lain di dalam air yang dapat mengganggu transmisi sinyal; dan pengaturan mikrofon dan speaker yang berbeda ditemukan di antara model smartphone.

Selain itu, smartphone dan smartwatch yang digunakan untuk mengirim dan menerima pesan cenderung selalu berpindah posisi di bawah air. Semua faktor ini diperhitungkan dalam algoritme AquaApp, yang menimbang jarak antara perangkat yang berkomunikasi dan kemungkinan gangguan sebelum mengirim pesan.

Aplikasi melakukan ini melalui 'pembukaan' yang membuat kontak antara dua perangkat. Setelah menetapkan kondisi terbaik untuk pengiriman pesan, pesan kemudian dapat dikirim, dan mengatasi hambatan seperti gerakan dan refleksi.

"Kami harus beradaptasi secara real time dengan faktor-faktor ini dan lainnya untuk memastikan AquaApp akan bekerja di bawah kondisi dunia nyata," kata Justin Chan yang juga termasuk dalam tim peneliti.

Pengembang bekerja pada protokol jaringan mereka sendiri untuk mendukung aplikasi, mirip dengan protokol yang digunakan oleh router Wi-Fi rumah. Perangkat ini dapat digunakan hingga 60 pengguna yang berbeda di setiap jaringan pada waktu tertentu.

BACA JUGA: Ramai Data SIM Card Bocor, Begini Cara Cek Nomormu Aman atau Tidak

Dalam pengujian dalam berbagai skenario, tim menemukan bahwa aplikasi tersebut efektif dalam mengkomunikasikan pesan pada jarak 30 meter. Untuk pesan yang lebih pendek, pesan darurat SOS, misalnya, aplikasi dapat mencapai 100 meter. Ini semua dikelola tanpa menguras daya tahan baterai.

Pengembangan perangkat lunak lebih lanjut akan diperlukan sebelum ini akan tersedia di toko aplikasi digital. Namun, bagi yang memahami pengkodean, maka dapat menginstal kode sumber terbuka pada handset Android dan mengujinya sendiri.

"Kondisi jaringan bawah laut saat ini mirip dengan ARPANET, pendahulu internet, pada 1970-an, di mana hanya segelintir orang yang memiliki akses ke internet," kata ilmuwan komputer Shyam Gollakota dari University of Washington.

Para peneliti dalam tim ini mempresentasikan makalah tentang pekerjaan mereka di konferensi ACM SIGCOMM 2022 pada akhir Agustus lalu. (Science Alert)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok dan Aksi Donor Darah di Wilayah DIY Hari Ini, Selasa 19 Maret 2024

Jogja
| Selasa, 19 Maret 2024, 10:27 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement